Blitar, Koranmemo.co - Makam gantung sudah tak asing lagi di telinga warga Blitar. Akan tetapi beda lagi yang baru saja mendengar, pasti penasaran, apa memang ada makam digantung atau posisinya yang digantung?
Untuk menjawab rasa penasaran itu, koranmemo.co mendatangi langsung ke Pesanggrahan Djojodigdan di Jalan Melati 43 Kota Blitar, lokasi makam gantung itu berada.
Rumah kuno dengan pekarangan seluas kurang lebih 3.5 hektare ini banyak ditumbuhi pohon buah-buahan. Ada rambutan, kedondong, pisang, dan belimbing.Makam gantung lokasinya ada di bagian belakang sisi kanan.
Baca Juga: Revitalisasi Alun-Alun Tugu Kota Malang Capai 51 Persen
Makam gantung adalah salah satu makam yang dikeramatkan di Blitar. Di tempat inilah dimakamkan Mas Ngabehi Bawadiman Djojodigdo, seorang Patih Blitar yang menguasai ilmu Pancasona.
Menuju makam gantung, udara segar dan angin semilir menemani kita berjalan sekitar 100 meter. Dari jauh, sudah tampak pusara dengan empat payung mahkota yang terkesan mewah, di era zamannya.
Sesampainya di makam ternyata, makam itu tidak digantung. Tetapi posisi nisannya memang lebih tinggi dibandingkan nisan-nisan lain di areal pemakaman itu. Makam Eyang Digdo dibangun di atas lantai pondasi setinggi 50 cm. Bangunan dasar berundak dua itu setinggi 1 meter.
Baca Juga: Dampak Karhutla, Empat Jalur Pendakian Gunung Arjuno-Welirang Ditutup
Di nisan bagian selatan ada tulisan huruf Jawa. Menurut juru kunci makam gantung, Lasiman (75), tulisan Jawa itu berisi sejarah lahir dan meninggalnya Eyang Ngabehi Bawadiman Djojodigdo (nama lengkap Eyang Djojodigdo).
"Eyang lahir di Kulon Progo, Rabu Kliwon tanggal 5 Suro 1755. Atau 29 Juli 1827. Meninggalnya hari Kamis Pon, tanggal 18 Safar 1839 atau 11 Maret 1909. Saat berusia 84 tahun ," jelas Lasiman ditemui di padepokan Djojodigdo, Selasa (29/8)
